Senin, 25 November 2013

Tegur Sapa 28 : Menjual Barang Bekas


 

(14) Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala.
(15) Ia berkata: "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya.
(16) Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.

            Gembong adalah nama sebuah kawasan di kota Surabaya yang dikenal sebagai tempat penjualan dan pembelian barang-barang bekas. Di tempat ini banyak orang yang menjual barang yang sudah tidak terpakai lagi atau yang sudah usang. Demikian juga ada kalanya yang masih membutuhkan barang-barang bekas, lalu mencari ke tempat ini. Biasanya akan didapati barang-barang antik macam lampu, sepeda, tape recorder, baju dan jaket hingga kaset pita. Semua kebutuhan kita sehari-hari tersedia di sini. Ya tergantung bagaimana kita menawar harganya saja.

            Suatu kali saya menjumpai seseorang yang menjual beberapa kaset bekas. Dia membawa setumpuk kaset yang berjumlah sekitar enam buah kaset pita. Saat itu dia menjual pada salah seorang pedagang kaset bekas yang selanjutnya diikuti dengan saling menawar harga. Enam kaset bekas itu pun jatuh kepada pedagang tersebut dengan harga dua puluh lima ribu rupiah. Sebuah harga yang berbeda mencolok. Sangat berbeda dari ketika orang itu membeli pertama kali. Barang yang pertama kali didapatkan dengan harga yang mahal dan membutuhkan perjuangan yang susah payah, akhirnya harus dilepas dengan harga yang terlalu rendah.

            Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata “menjual barang bekas”. Tentunya sesuatu yang sudah tidak kita butuhkan, sudah tidak ada manfaatnya bahkan sudah tidak berharga lagi sehingga kita perlu menyingkirkannya dan menggantikannya dengan bentuk lain yang bernilai yaitu uang. Seringkali nilai tukarnya tidak sebanding dengan harga awal saat pertama kali membelinya. Ketika kita menjual kendaraan atau benda elektronik yang sudah tidak terpakai maka kita akan mendapati nilai yang lebih rendah dari pada harga saat awal kita membelinya. Seseorang teman bahkan pernah berkata kalau misalnya hari ini kita membeli hand phone dan hari ini juga kita menjualnya, maka harga yang kita dapat tidak mungkin sama dengan saat kita membelinya. Kita akan mendapati bahwa nilai harga tersebut sudah turun, bahkan hingga separuhnya.

            Dalam kehidupan kita sehari-hari ternyata tanpa sadar kita menjumpai orang Kristen yang menyebut dirinya sebagai pengikut Yesus ternyata menjual Tuhannya untuk kepentingan pribadinya. Betapa Tuhan yang seharusnya kita sembah dan ditempatkan di tempat yang terhormat harus berada sejajar dengan barang bekas. Mohon maaf kalau saya memakai istilah ini. Ketika kita membaca kisah seputar penyaliban Yesus, kita akan cenderung menyalahkan figur Yudas yang menjual Tuhan Yesus. Tapi secara tidak langsung banyak anak-anak Tuhan yang berlaku hampir serupa dengan Yudas. Secara perbuatan nyata atau tersamar, kita seringkali terlibat menjual Tuhan Yesus.

            Yudas menjual Tuhan Yesus dengan harga tiga puluh keping perak. Itu setara dengan harga untuk seorang budak, yang saat itu berlaku di Israel (Keluaran 21 : 32 ). Tuhan Yesus yang terhormat, yang saat itu dikenal sebagai guru (Rabbi) harus disejajarkan dengan nilai harga seorang budak belian. Bagaimana dengan kehidupan kita sehari-hari, oleh karena karier atau pekerjaan ada orang-orang yang rela menukar imannya kepada Tuhan Yesus dengan yang lain. Saya yakin orang tersebut pindah iman bukan karena memang ingin mendalami keyakinan barunya, tapi motivasi awal tentu karena jabatan yang diincar. Tentu banyak sekali kita menjumpai hal yang seperti ini. Demikian juga oleh karena pasangan hidup yang tidak seiman, maka Tuhan Yesus harus disingkirkan dari kehidupannya. Bukankah yang demikian ini juga sering kita jumpai dalam kehidupan di sekitar kita.

            Secara tersamar, kadang kita sendiri juga sering bertndak seakan menjual Tuhan Yesus. Memang tidak secara terus terang dengan berpindah iman seperti contoh-contoh di atas. Tetapi melalui ketidak taatan kita, maka dengan rela hati kita menukar Yesus dengan nafsu dan keinginan daging kita. Berapa kali kita mengetahui apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan firman Tuhan, namun berapa kali pula kita menghindari bahkan menolaknya. Tak terhitung kita yang seharusnya mengasihi orang lain, mengampuni dan memberikan yang terbaik untuk saudara kita tapi kita cenderung menghindarinya dengan berbagai alasan tertentu. Ketika firman Tuhan mengajarkan untuk kita bersyukur namun kita bersungut-sungut dan hidup dalam kekecewaan, tak sengaja kita sudah menukar Tuhan Yesus.

            Atau pun ketika firman Tuhan mengajarkan untuk kita hidup dalam kekudusan, ternyata kita memilih untuk hidup dalam kecemaran maka kita sudah menukar Yesus dengan nafsu kita. Seharusnya kita tahu firman Tuhan mengenai persembahan dan perpuluhan, namun kita menghindarinya dengan berbagai alasan, maka kita sudah menukar Yesus dengan keinginan daging kita. Mungkin juga kita tahu bahwa ada orang lain yang menderita kekurangan tapi kita menutup mata, maka kita menukar Tuhan dengan keegoisan kita. banyak lagi contoh lain yang ternyata kita sering menukar kesetiaan kita pada Tuhan Yesus dengan yang lain. Sungguh kita melakukannya tanpa sadar namun kita mengetahuinya.

            Hari ini sudahkah kita bertekad untuk mempertahankan iman kita kepada Yesus yang adalah Tuhan dan Juru Selamat. Tekad itu tentu bukan hanya sekedar bertahan sebagai seorang Kristen, namun juga mau dan mampu menjadi pelaku firman-Nya. Ketika kita mulai melangkah dalam ketidak taatan, saat itu kita sudah terhitung menukar Yesus dengan yang lain. Jangan pernah sekali lagi menukar Dia Yang Maha Baik dengan kepuasan pribadi kita.

Selamat memperbarui kesetiaan kita. tuhan Yesus memberkati.

(Okky T. Rahardjo, 085645705091 )

Sumber gambar : sonnihadi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar