Senin, 30 Desember 2013

Tegur Sapa 31 : Bukan Petinju Sembarangan






 I Korintus 9 : 26 
“Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul.”

Suatu kali saya membaca sebuah surat kabar yang memuat tentang persiapan seorang petinju sebelum menghadapi pertandingan. Dua atau tiga bulan sebelum menghadapi laga yang disiarkan di televisi, petinju tersebut mengatur pola makan secara ketat. Dia benar-benar menjaga asupan gizi dalam makanan yang harus dikonsumsi. Seberapa banyak daging yang harus dimakan, seberapa jumlah porsi telur dan susu yang harus masuk dalam tubuhnya semua dia ukur dengan sebaik mungkin. Semua dilakukan supaya mendapatkan berat tubuh yang ideal dan layak untuk dapat mengimbangi kekuatan lawan. Apabila dihitung maka biaya yang harus dihabiskannya sekitar 5-6 juta rupiah. Padahal pertandingan yang akan dihadapi petinju tersebut apabila memenangkan pertandingan dinilai hanya sebesar 3 juta rupiah.

Pernahkah melihat sebuah pertandingan adu ketangkasan berlari, mungkin kita pernah melihatnya pada sebuah tayangan berita olah raga. Dalam pertandingan lari, atlit tersebut akan berlari mengkuti garis lintasan yang sudah disediakan. Dalam arah pandangan matanya hanya garis finish yang menjadi tujuan dia berlari. Tidak pernah didapati seorang pelari yang arahnya menyimpang ketika mengikuti perlombaan. Tidak pernah kita menyaksikan pelari yang tiba-tiba belok menuju kantin, tempat duduk penonton atau kamar mandi. Sasarannya hanya satu, mencapai garis finish.

Demikian juga dalam kehidupan kekristenan, semua memiliki tujuan. Sebagaimana petinju dan pelari tersebut yang memiliki tujuan dan motivasi yang kuat dalam melakukan persiapan. Demi mendapatkan sarung tinju kemenangan, maka petinju tersebut rela melatih diri sebaik mungkin dan mengatur makanan yang harus dinikmati. Demi mencapai garis finish dan sebuah hadiah kemenangan, seorang pelari memfokuskan dirinya pada garis lintasan yang harus diikuti.

Kehidupan kekristenan yang ada pada kita saat ini memiliki tujuan yang kekal. Tidak pernah kekristenan mengajarkan cara hidup yang sembarangan. Tuhan mengajarkan kita untuk  hidup memiliki fokus dan tujuan yang benar. Orang yang memiliki tujuan hidup adalah orang yang mampu mengarahkan keberhasilan dalam hidupnya. Dalam segala aspek kehidupan kita,Tuhan mau kita memiliki tujuan yang bernilai kekal dan bukan bersifat sementara saja. Sebagaimana Tuhan Yesus hadir ke dunia ini, Dia memiliki tujuan untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. Paulus dalam perjalanannya mengelilingi dunia, dia memiliki tujuan untuk menggenapi kehendak Tuhan dalam hidupnya. Para martir memiliki tujuan supaya berita Injil tersampaikan ke seluruh dunia, maka mereka rela kehilangan nyawa. Demikian juga dalam kehidupan kita Tuhan mau kita mempunyai tujuan yang kekal sebelum pada akhirnya meninggalkan dunia ini.

Seseorang yang memiliki tujuan hidup yang benar dan spesifik akan bersedia melakukan apa saja untuk menggenapi tujuan hidupnya tersebut. Kekristenan tidak mengajarkan kehidupan yang sembarangan dan semaunya. Kehidupan Kristen mengajarkan kita untuk hidup dalam tuntunan dan tujuan yang spesifik. Sebagaimana domba yang digembalakan, dia akan mengikuti tuntunan gembala tersebut. Namun bagaimana ketika domba itu berjalan semaunya maka dia akan kehilangan arah dan tidak pernah mendapatkan rumput hijau yang dijanjikan. Dalam kehidupan kelahiran kita, persahabatan dengan orang lain, pekerjaan yang ditugaskan dan bahkan pada pernikahan semua memiliki tujuan yang bernilai kekal di hadapan Tuhan, tergantung bagaimana kita menyikapinya. 

Sebelum mengakhiri tahun 2013 ini, mari kita periksa kembali. Adakah tahun ini hidup kita sudah berada pada tujuan yang benar yang berpadanan dengan firman Tuhan. Ataukah kita hidup sembarangan dan tidak pernah menentu apa yang mau kita kerjakan. Mari melangkah di tahun selanjutnya dengan tujuan hidup yang benar dan berkenan di hati Tuhan. Salah satu tujuan hidup kita yang utama adalah menyenangkan hati Tuhan Yesus. Seseorang yang mau menyenangkan hati Tuhan, Dia mengerti apa yang menjadi kesukaan dan kedukaan Tuhan. Dia memahami apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dijalankan, karena sesungguhnya kita hanyalah hamba-Nya yang siap menyelesaikan panggilan-Nya di muka bumi ini. 

Selamat menjadi penggenap rencana Tuhan di bumi ini. Tuhan Yesus memberkati.

( Okky T. Rahardjo, 085645705091 )

sumber gambar : http://suaramerdeka.com



Jumat, 20 Desember 2013

Tegur Sapa 30 : Menjadi Penyembah Tuhan


 
Baca          : Matius 2 : 1-2
   (1)   Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem
  (2)   dan bertanya-tanya: "Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia."

Suatu kali dalam sebuah ibadah seorang pendeta bertanya kepada jemaat dalam kotbahnya. Pertanyaan tersebut sederhana saja “Untuk apa kita datang beribadah ke gereja ?”. Seorang jemaat berkata bahwa tujuan ke gereja untuk membalas kebaikan Tuhan dengan cara beribadah. Sementara yang lain menjawab supaya diberkati. Beberapa yang lain menyebutkan supaya bisa bersekutu dengan sesama. Salah seorang jemaat yang duduk di bagian luar bergumam “Ya maunya masuk sorga. Kalau ga’ masuk sorga, ngapain ke gereja…”. 

            Ada begitu banyak motivasi orang untuk beribadah dan datang kepada Tuhan, tapi seberapa tuluskah motivasi kita itu di hadapan Tuhan. Seringkali kita hanya mencari kepuasan dan kepentigan sendiri untuk datang kepada Tuhan. Saya bertemu dengan beberapa teman yang berkata supaya dia mendapatkan jodoh yang seiman, maka dia datang ke gereja. Lainnya lagi karena faktor jadwal pelayanan maka dia hadir ke gereja. Ada juga yang berkata supaya doanya dijawab maka dia mau menyempatkan diri untuk ada di gereja pada jam kebaktian. Sebagian besar tujuan kita beribadah ternyata hanya untuk mencari keuntungan sendiri. Tidak salah memang, tapi sayang sekali bila semua hanya berawal dan berakhir pada diri sendiri. Tak heran banyak yang beribadah dengan sembarangan. Datang terlambat, ngobrol sendiri, tidak konsentrasi dan lain sebagainya.

            Orang-orang majus dalam kisah singkat yang kita baca di atas menyatakan hal lain tentang tujuan mereka datang kepada Tuhan. Satu pernyataan yang saya suka adalah ketika mereka berkata “kami mau datang untuk menyembah Dia”. Tidak ada tujuan lain mereka datang pada Tuhan Yesus yang mereka anggap sebagai raja kecuali untuk menyembah. Bahkan dalam perantauan mereka yang memakan waktu sekian lama, menghabiskan dana, daya dan pikiran mereka cuma punya motivasi sederhana menyembah Raja yang baru lahir. Mereka tidak menginginkan jabatan, harta atau fasilitas. Karena pada kenyataannya mereka adalah orang-orang yang terpandang dan mampu. Tapi satu tujuan mereka yaitu menyembah Yesus.

            Hari ini, mari periksa kembali tujuan kita beribadah kepada Tuhan. Apakah di dalamnya masih terdapat keuntungan pribadi atau kita tulus memang mau menyenangkan hati Tuhan. Beberapa hari menjelang natal, periksa kembali ketulusan hati kita. sebagian besar kita yang menjadi Kristen sejak lahir seringkali memperlakukan Tuhan dengan remeh dan apa adanya. Kita lupa bahwa Dia adalah Tuhan yang harus kita sembah dan perlakukan sebaik mungkin. Dalam kata menyembah terdapat makna penundukan diri yang berarti kita mengakui kedaulatan Tuhan dan bersedia mengikuti segala kehendak Tuhan.
            Seorang jemaat yang tadi motivasinya beribadah hanya supaya masuk sorga, pada kenyataannya tidak pernah mendapatkannya. Akhir hidup bapak itu harus tragis. Karena dia terbukti merampok sebuah toko swalayan dan dia tertembak ketika menjalankan aksinya pada suatu malam. Yang Tuhan cari adalah seorang yang mau menyembah Dia dengan ketulusan hati. Maka soal berkat keuangan, pasangan hidup, karier yang baik atau bahkan mendapatkan tempat yang layak di sorga tinggal mengikuti saja. 

            Selamat menjadi penyembah Tuhan di hari ini. Tuhan Yesus memberkati.

(Okky T. Rahardjo—085645705091)

Senin, 16 Desember 2013

Tegur Sapa 29 : Harga Sebuah Ketaatan, Resiko Sebuah Ketidaktaatan



Matius 2 : 12 - 15

 (12) Dan karena diperingatkan dalam mimpi, supaya jangan kembali kepada Herodes, maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain.

(13) Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: "Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia."

(14) Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir,

(15) dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku."

            Beberapa waktu lalu kita dikejutkan oleh sebuah berita yang tak pernah kita duga. Sebuah kecelakaan kereta api terjadi di sebuah lintasan yang mengakibatkan meninggalnya beberapa orang di tempat kejadian. Setelah diselidiki ternyata kejadian itu disebabkan oleh menerobosnya sebuah truk pengangkut bahan bakar, ketika kereta api akan melintas di jalur yang sudah ditentukan pagi itu. Truk terguling dengan meledakkan isinya yang membuat sopir dan kernetnya mengalami luka bakar. 

            Sementara di lain kesempatan saya pernah menyaksikan seorang pengendara sepeda motor tertabrak oleh pengendara motor lainnya karena melanggar lampu lalu lintas yang sudah menunjukkan warna merah. Beberapa tahun lalu ketika di daerah Jawa Barat sedang diadakan lomba balap sepeda, beberapa peserta mencoba mengambil jalan pintas melalui jalur pada sebuah tebing yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan satu arah. Sementara di bagian bawah terdapat jurang yang curam sehingga ruang gerak jalan itu semakin sempit. Tiada disangka, dari arah berlawanan muncullah sebuah bus umum yang membawa penumpang melintasi jalur sempit dan terbatas penglihatan itu. Terjadilah sebuah tabrakan yang mengenaskan. Seorang pembalap nasional tewas seketika itu juga. 

            Semua peristiwa di atas terjadi oleh karena kecerobohan seseorang yang seharusnya tidak boleh terjadi. Setiap aturan, tata tertib atau pun perintah dibuat dengan segala pertimbangan keamanan di dalamnya. Ketika peraturan itu dilanggar maka mengandung suatu konsekuensi yang berat di dalamnya. Ketaatan yang sejati membutuhkan keikhlasan dan kerelaan hati untuk menjalankannya. Tidak semudah mengucapkannya, mempraktekkan ketaatan seringkali membutuhkan pertimbangan yang tidak mudah.

            Fragmen Natal tidak luput dari sebuah tindakan ketaatan oleh beberapa tokoh yang terlibat di dalamnya. Malah bisa kita sebut bila tidak ada ketaatan maka tidak akan ada natal yang sempurna. Apa jadinya bila orang majus yang didatangi oleh malaikat dalam mimpi mereka kemudian tidak mengikuti pesan dari malaikat tersebut ? Kita tahu mereka usai menyembah bayi Yesus dan memberikan persembahan, sempat beristirahat dan tertidur. Dalam mimpi, malaikat memberikan pesan bahwa ketika mereka pulang, harus melewati jalur lain yang tidak sama seperti ketika mereka berangkat. Bila saja saat itu mereka tidak taat, tentu bayi Yesus akan menjadi incaran kekejaman raja Herodes.

            Demikian juga ketika Yusuf yang berperan sebagai ayah Yesus secara fisik, ketika mendapatkan pesan untuk membawa bayi Yesus lari ke Mesir. Ketika Yusuf taat, maka bayi Yesus luput dari serbuan tentara kerajaan yang mencari anak-anak usia di bawah dua tahun untuk dibunuh. Hari ini apa yang menjadi pesan Tuhan untuk kita lakukan. Sudahkah kita terlibat kerja sama dengan Tuhan melalui ketaatan yang kita lakukan. Ketaatan seringkali membutuhkan pemahaman yang tidak mudah, namun membawa dampak yang besar di dalamnya. kita seringkali disalah mengerti karena ketaatan kita pada Tuhan. Mungkin saja  kita akan diasingkan dan dianggap aneh hanya karena kita melakukan firman Tuhan. Ketaatan selalu memerlukan  harga yang besar tapi ketidak taatan membawa resiko yang lebih berbahaya lagi.

        Seandainya saja sopir truk di atas tidak menerobos pintu lintasan kereta, maka tidak aka nada korban jiwa yang disesali hingga kini. Sekiranya pengendara motor di jalanan itu tidak melanggar lampu lalu lintas, maka tidak akan ada kecelakaan yang terjadi. Ketika pembalap sepeda tersebut menaati peraturan lomba, maka dia akan memelihara nyawanya hingga hari ini.

            Tahun 2013 sudah tinggal hitungan hari menjelang berakhirnya. Apakah selama setahun ini kita sudah menyelesaikan apa yang menjadi bagian kita dengan taat melakukan firman Tuhan yang kita terima. Sudahkah kita memenuhi setiap janji dan komitmen yang pernah kita buat. Bila masih banyak yang terabaikan, tidak ada salahnya untuk kita memperbaiki kembali kehidupan kekristenan kita. Ketaatan memerlukan pengorbanan yang besar, namun ketidak taatan membawa resiko yang lebih besar lagi. Mari kita mendatangkan berkat Tuhan, damai sejahtera dan ketenteraman melalui ketaatan yang kita lakukan di hari ini.

            Selamat menjalani hidup yang penuh ketaatan. Tuhan Yesus memberkati.

( Okky T. Rahardjo, 085645705091 )


sumber gambar : news.viva.co.id

Senin, 25 November 2013

Tegur Sapa 28 : Menjual Barang Bekas


 

(14) Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala.
(15) Ia berkata: "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya.
(16) Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.

            Gembong adalah nama sebuah kawasan di kota Surabaya yang dikenal sebagai tempat penjualan dan pembelian barang-barang bekas. Di tempat ini banyak orang yang menjual barang yang sudah tidak terpakai lagi atau yang sudah usang. Demikian juga ada kalanya yang masih membutuhkan barang-barang bekas, lalu mencari ke tempat ini. Biasanya akan didapati barang-barang antik macam lampu, sepeda, tape recorder, baju dan jaket hingga kaset pita. Semua kebutuhan kita sehari-hari tersedia di sini. Ya tergantung bagaimana kita menawar harganya saja.

            Suatu kali saya menjumpai seseorang yang menjual beberapa kaset bekas. Dia membawa setumpuk kaset yang berjumlah sekitar enam buah kaset pita. Saat itu dia menjual pada salah seorang pedagang kaset bekas yang selanjutnya diikuti dengan saling menawar harga. Enam kaset bekas itu pun jatuh kepada pedagang tersebut dengan harga dua puluh lima ribu rupiah. Sebuah harga yang berbeda mencolok. Sangat berbeda dari ketika orang itu membeli pertama kali. Barang yang pertama kali didapatkan dengan harga yang mahal dan membutuhkan perjuangan yang susah payah, akhirnya harus dilepas dengan harga yang terlalu rendah.

            Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata “menjual barang bekas”. Tentunya sesuatu yang sudah tidak kita butuhkan, sudah tidak ada manfaatnya bahkan sudah tidak berharga lagi sehingga kita perlu menyingkirkannya dan menggantikannya dengan bentuk lain yang bernilai yaitu uang. Seringkali nilai tukarnya tidak sebanding dengan harga awal saat pertama kali membelinya. Ketika kita menjual kendaraan atau benda elektronik yang sudah tidak terpakai maka kita akan mendapati nilai yang lebih rendah dari pada harga saat awal kita membelinya. Seseorang teman bahkan pernah berkata kalau misalnya hari ini kita membeli hand phone dan hari ini juga kita menjualnya, maka harga yang kita dapat tidak mungkin sama dengan saat kita membelinya. Kita akan mendapati bahwa nilai harga tersebut sudah turun, bahkan hingga separuhnya.

            Dalam kehidupan kita sehari-hari ternyata tanpa sadar kita menjumpai orang Kristen yang menyebut dirinya sebagai pengikut Yesus ternyata menjual Tuhannya untuk kepentingan pribadinya. Betapa Tuhan yang seharusnya kita sembah dan ditempatkan di tempat yang terhormat harus berada sejajar dengan barang bekas. Mohon maaf kalau saya memakai istilah ini. Ketika kita membaca kisah seputar penyaliban Yesus, kita akan cenderung menyalahkan figur Yudas yang menjual Tuhan Yesus. Tapi secara tidak langsung banyak anak-anak Tuhan yang berlaku hampir serupa dengan Yudas. Secara perbuatan nyata atau tersamar, kita seringkali terlibat menjual Tuhan Yesus.

            Yudas menjual Tuhan Yesus dengan harga tiga puluh keping perak. Itu setara dengan harga untuk seorang budak, yang saat itu berlaku di Israel (Keluaran 21 : 32 ). Tuhan Yesus yang terhormat, yang saat itu dikenal sebagai guru (Rabbi) harus disejajarkan dengan nilai harga seorang budak belian. Bagaimana dengan kehidupan kita sehari-hari, oleh karena karier atau pekerjaan ada orang-orang yang rela menukar imannya kepada Tuhan Yesus dengan yang lain. Saya yakin orang tersebut pindah iman bukan karena memang ingin mendalami keyakinan barunya, tapi motivasi awal tentu karena jabatan yang diincar. Tentu banyak sekali kita menjumpai hal yang seperti ini. Demikian juga oleh karena pasangan hidup yang tidak seiman, maka Tuhan Yesus harus disingkirkan dari kehidupannya. Bukankah yang demikian ini juga sering kita jumpai dalam kehidupan di sekitar kita.

            Secara tersamar, kadang kita sendiri juga sering bertndak seakan menjual Tuhan Yesus. Memang tidak secara terus terang dengan berpindah iman seperti contoh-contoh di atas. Tetapi melalui ketidak taatan kita, maka dengan rela hati kita menukar Yesus dengan nafsu dan keinginan daging kita. Berapa kali kita mengetahui apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan firman Tuhan, namun berapa kali pula kita menghindari bahkan menolaknya. Tak terhitung kita yang seharusnya mengasihi orang lain, mengampuni dan memberikan yang terbaik untuk saudara kita tapi kita cenderung menghindarinya dengan berbagai alasan tertentu. Ketika firman Tuhan mengajarkan untuk kita bersyukur namun kita bersungut-sungut dan hidup dalam kekecewaan, tak sengaja kita sudah menukar Tuhan Yesus.

            Atau pun ketika firman Tuhan mengajarkan untuk kita hidup dalam kekudusan, ternyata kita memilih untuk hidup dalam kecemaran maka kita sudah menukar Yesus dengan nafsu kita. Seharusnya kita tahu firman Tuhan mengenai persembahan dan perpuluhan, namun kita menghindarinya dengan berbagai alasan, maka kita sudah menukar Yesus dengan keinginan daging kita. Mungkin juga kita tahu bahwa ada orang lain yang menderita kekurangan tapi kita menutup mata, maka kita menukar Tuhan dengan keegoisan kita. banyak lagi contoh lain yang ternyata kita sering menukar kesetiaan kita pada Tuhan Yesus dengan yang lain. Sungguh kita melakukannya tanpa sadar namun kita mengetahuinya.

            Hari ini sudahkah kita bertekad untuk mempertahankan iman kita kepada Yesus yang adalah Tuhan dan Juru Selamat. Tekad itu tentu bukan hanya sekedar bertahan sebagai seorang Kristen, namun juga mau dan mampu menjadi pelaku firman-Nya. Ketika kita mulai melangkah dalam ketidak taatan, saat itu kita sudah terhitung menukar Yesus dengan yang lain. Jangan pernah sekali lagi menukar Dia Yang Maha Baik dengan kepuasan pribadi kita.

Selamat memperbarui kesetiaan kita. tuhan Yesus memberkati.

(Okky T. Rahardjo, 085645705091 )

Sumber gambar : sonnihadi.blogspot.com